Minggu, 11 November 2012

Kisah Tante Girang Bali

Rekan-Rekan berada dalam artikel : Kisah Tante Girang Bali
selamat membaca dan menikmati semoga bisa
menambah semangat sobat2 menghadapi hari demi hari....

Untuk sementara waktu artikel tentang :  Kisah Tante Girang Bali
sedang kami edit ulang untuk kepuasan smua pengunjuang blog.
setelah lengkap dan akurat segera kami posting kembali
artikelnya, trims sebelumnya

Untuk pengganti sementara artikel yang sobat2 cari, admin ganti
dengan cerita plus dibawah ini ya...
semoga ceritanya bisa menghibur sobat-sobat...

Desahan Dalam Mobil


Nama saya Citra (samaran) , dan saya adalah mahasiswa semester 5 di salah satu
universitas swasta ternama di bilangan Jakarta Pusat , dan apa yang akan saya
ceritakan disini adalah kisah yang terjadi sekitar beberapa tahun yang lalu.

Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan bagiku ketika semester lima,
bagaimana tidak, hari itu aku ada tiga mata kuliah, dua yang pertama mulai jam 9
sampai jam tiga dan yang terakhir mulai jam lima sampai jam 7 malam, belum lagi
kalau ada tugas bisa lebih lama deh. Ketika itu aku baru menyerahkan tugas
diskusi kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan teman sekelompokku, si Dimas
selesai, di kelas masih tersisa enam orang dan Pak Didi , sang dosen.

“Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra ?” ajak Dimas “Jauh nih, di deket
psikologi, rada telat sih tadi”

Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya
kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan keluar yang menuju ke
kostnya, mungkin dia ingin memperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke
tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku dan
pernah terlibat one night stand denganku. Orangnya sih lumayan cakep dengan
rambut agak gondrong dan selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga
terkenal sebagai buaya kampus.

Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir itu. Terdengar
bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan
berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh
Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.

“Eeii… mau ngapain kamu ?” tanyaku sambil meronta karena Dimas mencoba
mendekapku.

“Ayo dong Citra, kita kan sudah lama nggak melakukan hubungan badan nih, saya
kangen sama vagina kamu nih” katanya sambil menangkap tanganku.

“Ihh… nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita masih di tempat parkir gila !”
tolakku sambil berusaha lepas.

Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu mobil dan tangan
satunya berhasil meraih payudaraku lalu meremasnya. “Dimas… jangan… nggak mmhhh!”
dipotongnya kata-kataku dengan melumat bibirku.

Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas menyingkap kaos hitam ketatku
yang tak berlengan dan tangannya mulai menelusup ke balik BH- ku. Nafsuku
terpancing, berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan
menjilat dan menggigit pelan bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga
lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutku, mau tidak
mau lidahku juga ikut bermain dengan lidahnya. Nafasku makin memburu ketika dia
menurunkan cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan. Teringat
kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu. Kini aku mulai menerima
perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada lehernya dan membalas ciumannya dengan
penuh gairah. Kira-kira setelah lima menitan kami ber-French kiss, dia
melepaskan mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku
memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan
jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat
olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pink-ku.

“Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi nih” katanya sambil
menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya.

Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu dari luar celana
dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku membuat Dimas makin
bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak
seperti ular di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam sambil mendesah
nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada pahaku,
aku membuka mata dan melihatnya menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan itu
terus merambat dan semakin jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin
mendekatkan wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku.

Dan… oohh… rasanya seperti tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku,
tangan kanannya menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara
tangan kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka.

Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat, lupa
bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang
di luar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Di tengah
gelombang birahi ini, tiba- tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta
gedoran pada jendela di belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok
ke belakang dan melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu
juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku. Satu dari mereka
menggedor lagi dan menyuruh kami turun dari mobil. Tadinya aku mau kabur, tapi
sepertinya sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka mengejar dan
memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal ini, maka kamipun memilih
turun membicarakan masalah ini baik-baik dengan mereka setelah buru-buru
kurapikan kembali pakaianku.

Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus dan harus
dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga terjadi
perdebatan dan tawar-menawar di antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan
berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu
keduanya mulai cengengesan melihat ke arahku. Temannya yang tinggi dan berumur
40-an itu lalu berkata,

“Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup
mulut ?”

Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak jauh dari
selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga, walaupun dia
bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan
berbicara agak keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu
akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal kencang.

“Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama tenaga, biar saya saja yang
beresin” kataku

“Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit
lagi masalah ini !”

Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak mau menyerah
juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya untuk menuntaskan
libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka
bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka ke gedung
psikologi yang sudah sepi dan gelap, di ujung koridor kami disuruh masuk ke
suatu ruangan yang adalah toilet pria. Salah seorang menekan sakelar hingga
lampu menyala, cukup bersih juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya
pikirku.

“Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain
cewek kamu !” perintah yang tinggi itu pada Dimas.

Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam
pakaian ketat itu. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak
lebih cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku
menyandarkan punggungku ke tembok.

Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas kantong dadanya.
Yang tinggi dan berusia sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy , dan temannya
yang berkumis itu bernama Romli . Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai
mesum.

“Hehehe… cantik, mulus… wah beruntung banget kita malam ini !” katanya

“Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?” tanya Pak Romli sambil menyalami
tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya, otomatis bulu-buluku
merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu.

“Citra” jawabku dengan agak bergetar.

“Wah Citra yah, nama yang indah kaya orangnya, pasti dalemnya juga indah” Pak
Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka.

“Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?” pinta Pak Romli memajukan wajahnya

Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada
wajahnya yang tidak tampan itu.

“Ahh…non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma ngecup aja sih, gini
dong harusnya” Kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan melumat bibirku.

Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia makin ganas menciumiku ditambah
lagi tangannya sudah mulai meremas-remas payudaraku dari luar. Lidahnya masuk
bertemu lidahku, saling menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam
kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin
berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh.
Sementara dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku
membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku dan merabai
pahaku.

Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya, dadaku. Kaos
ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah dadaku yang masih terbungkus BH
pink, itupun juga langsung diturunkan.

“Wow teteknya montok banget non, putih lagi” komentarnya sambil meremas payudara
kananku yang pas di tangannya.

Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat
yang kiri. Mereka kini semakin liar menggerayangiku. Putingku makin mengeras
karena terus dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher
jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang
memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuat dan kadang
disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya keras. Namun
perpaduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas.

Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin malam menerpa kulit pahaku,
celana dalamku pun tersingkap dengan jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke
balik celana dalamku sehingga celana dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak
Egy yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku. Nafasku makin
memburu, aku hanya memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda.
Aku merasakan vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak
Romli, bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya
menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat mereka
semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya
yang entah kapan dia keluarkan.

“Waw…keras banget, mana diamaternya lebar lagi” kataku dalam hati “bisa mati
orgasme nih saya”

Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu makin
membengkak saja.

Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku, jari-jarinya basah oleh
cairan vaginaku yang langsung dijilatinya seperti menjilat madu. Kemudian aku
disuruh berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka,
kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku.

“Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini”
celoteh Pak Romli sambil meremasi bongkahan pantatku yang sekal.

Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya
aku mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celana dalam. Akhirnya pantatku
yang sudah telanjang menungging dengan celana dalamku masih menggantung di kaki
kanan.

“Pak masukin sekarang dong” pintaku yang sudah tidak sabar marasakan batang-batang
besar itu menjejali vaginaku.

“Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina non, wangi sih !”
kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik.

ak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek oleh lendirku dan
ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal tidak sebanding
ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu
melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi, dia
langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang semakin lama semakin
tinggi. Pak Egy sejak posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantara
tembok dan tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung
persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus menggenjotku
dari belakang sambil sesekali tangannya menampar pantatku dan meninggalkan
bercak merah di kulitnya yang putih. Genjotannya semakin mambawaku ke puncak
birahi hingga akupun tak dapat menahan erangan panjang yang bersamaan dengan
mengejangnya tubuhku.

Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar
dan berdenyut-denyut menggesek makin cepat pada vaginaku yang sudah licin oleh
cairan orgasme.

“Ooohh… oohh… di dalam yah non… sudah mau nih” bujuknya dengan terus mendesah “Ahh…
iyahh… di dalam aja… ahh” jawabku terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme
panjang barusan.

Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap
hingga pangkalnya pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa
olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru melepaskannya
setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau saja mereka
tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai.
Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan
merosot hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun
kembali tenaga dan nafasku yang tercerai- berai, kedua pahaku mengangkang dan
vaginaku belepotan cairan putih seperti susu kental manis.

“Hehehe…liat nih, air sperma saya ada di dalam vagina wanita kamu” kata Pak
Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah
ingin memamerkan cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku.

Opps…omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu
sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati liveshow ini
di sudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia
pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu
pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku dan menyuruhku berlutut dan
membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah membuka celananya juga berdiri di
sebelahku menyuruhku mengocok penisnya.

Hhmmm…nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang berlumuran cairan
kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku ke seluruh
permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut daerah
helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke atas
melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelikitik lubang kencingnya
dengan lidahku.

“Hei, sudah dong saya juga mau disepongin sama si non ini” potong Pak Egy ketika
aku masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli.

Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali ke
mulutku. Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya
lebih berurat dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena
tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut
karena cukup panjang. Aku mengeluarkan segala teknik menyepongku mulai dari
mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar hebat dan menekan
kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak menyepong, tiba- tiba Dimas
mengerang, memancingku menggerakkan mata padanya yang sedang orgasme swalayan,
spermanya muncrat berceceran di lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat
adegan-adegan panasku.

Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri,
lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai
ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan penisnya melesak ke dalamku, maka
mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda
itu keluar-masuk pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika
hentakan tubuh kami berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih
dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh… seperti
terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa mengekspresikannya dengan
menjerit sejadi-jadinya dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong,
kalau tidak bisa berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat leher, mulut, dan
telingaku, tanganya juga menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang
orgasme kini mulai melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun
kembali menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku
sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan- erangan tertahan, air ludah
belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang
beristirahat sambil merokok dan mengobrol dengan Dimas.

Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun dia
bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah makin kencang.
Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagi berpijak di tanah disangga
kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam saja membuat
tubuhku makin tertekan ke tembok. Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih
mampu menggenjotku selama hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan
yang stabil dan belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat kemudian dia
menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia bawa
tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku,
lalu dia sendiri duduk di atas tutup kloset.

“Huh…capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong” perintahnya

Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih
mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku
menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan
kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya, aku terlebih dahulu
melepaskan baju dan bra-ku yang masih menggantung supaya lebih lega, soalnya
badanku sudah panas dan bemandikan keringat, yang masih tersisa di tubuhku hanya
rokku yang sudah tersingkap hingga pinggang dan sepasang sepatu hak di kakiku.
Aku menggoyangkan tubuhku dengan gencar dengan gerakan naik- turun, sesekali aku
melakukan gerakan meliuk sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa
diplintir. Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya juga
aktif mencupangi pundak dan leherku.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak rambutku dan
mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung
melumat bibirku. Dimas yang sudah tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya
dia sudah mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan
menggenggamkannya pada batang penisnya.

“Mmpphh… mmmhh !” desahku ditengah keroyokan ketiga orang itu. Toilet yang
sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap.

“Ayo dong Citra… emut, sepongan kamu kan mantep banget”

Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dan
jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah
ke kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidah
untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini tentu saja
membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas rambutku. Aku melakukannya sambil
terus bergoyang di pangkuan Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk
sekali aku dibuatnya.

Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk
punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata
dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut aku
memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan menggumam tak jelas.
Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak
tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidak bisa menengok
belakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangnya
perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini
ukurannya pas dan tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya
menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai bergetar

“Aahhkk… saya mau keluar… non”

Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan creett…creett, beberapa kali
semprotan menerpa menerpa langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan,
sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak
sanggup menampungnya lagi.

Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan mendesah tak karuan,
sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan menjilati cairan yang masih
tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi
pada serangan Dimas yang semakin mengganas. Tangannya merayap ke bawah
menggerayangi payudaraku. Dimas sangat pandai mengkombinasikan serangan halus
dan keras, sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme sudah
diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan
sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat
dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun
kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di dalamku.
Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental itu, sperma yang
tidak tertampung meleleh keluar di daerah selangakanganku.

Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimbah peluh, untung
lantainya kering sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di sana. Vaginaku
rasanya panas sekali setelah bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi.
Lututku juga terasa pegal karena dari tadi bertumpu di lantai. Setelah merasa
cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas. Dengan langkah gontai aku
menuju wastafel untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk
membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang berserakan
dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat itu.

“Lain kali kalau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau ketangkap kan harus
bagi-bagi” begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan disertai tepukan pada
pantatku.

“Citra… Citra… sori dong, kamu marah ya !” kata Dimas yang mengikutiku dari
belakang dalam perjalananku menuju tempat parkir.

Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika menangkap
lenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil
barulah aku membalikkan badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya
berkata

“Saya nggak marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba yang lebih gila
yah, see you, good night”

Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan parkir itu menyaksikan mobilku
yang makin menjauh darinya.
JANGAN LUPA BACA BACA ARTIKEL DIBAWAH INI YA SOB... ADA CERITA DEWASANYA SERU SERU LO...  DIJAMIN FRESH DAN SEMANGAT LAGI SOB...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar